Soal Kematian Brigadir Nurhadi, Legislator Soroti Gaya Hidup Aparat

Indoposnewsid_Anggota Komisi III DPR RI, Sarifudin Sudding menegaskan bahwa penanganan kasus kematian anggota Propam Polda Nusa Tenggara Barat (NTB), Brigadir Muhammad Nurhadi, harus dilakukan secara transparan.

Ia menilai bahwa perkara ini adalah ujian nyata terhadap komitmen reformasi di tubuh Polri, terutama menyangkut penegakan hukum yang setara dan bebas dari impunitas.

“Tragedi kematian Brigadir Muhammad Nurhadi tidak hanya meninggalkan luka di tubuh Polri, tetapi juga menimbulkan kekecewaan publik yang mendalam terhadap wajah penegakan hukum di negeri ini. Penanganan kasus ini harus transparan. Ini adalah ujian nyata komitmen reformasi Polri,” kata Sudding dalam keterangan tertulisnya.

Sudding pun menyoroti gaya hidup aparat kepolisian dalam kasus ini, termasuk soal berpesta dengan diduga menggunakan obat-obatan.

“Bagaimana Polisi sebagai pengayom masyarakat dapat dipercaya bila personelnya kerap kali diketahui melakukan hal-hal yang melanggar kode etik dan nilai-nilai moral, serta pidana,” tukasnya.

Terkait insiden ini, pihak kepolisian telah menetapkan Kompol YG dan Ipda HC karena diduga terlibat dalam penganiayaan yang mengakibatkan kematian Brigadir Nurhadi. Dua perwira polisi itu juga disanksi pemberhetian tidak dengan hormat. Sebelumnya Kompol YG dan Ipda HC diketahui sempat berbohong dan menyatakan Brigadir Nurhadi meninggal karena tenggelam.

“Saya mendukung pemberian sanksi pemecatan terhadap 2 pelaku dari institusi Polri, tapi proses pidana harus tetap berjalan. Tidak boleh hanya berhenti sampai pemecatan karena pelaku sudah menyebabkan kematian pada seseorang,” katanya.

Polisi juga menetapkan perempuan berinisial M (23 tahun) sebagai tersangka. M berada di vila tersebut lantaran sepakat menerima bayaran Rp 10 juta dari Kompol YG untuk menemaninya.

Seperti diketahui, Brigadir Muhammad Nurhadi ditemukan tewas di kolam renang sebuah penginapan di Gili Trawangan, Kabupaten Lombok Utara pada 16 April 2025. Nurhadi diajak atasannya, Kompol YG dan Ipda HC  di sebuah villa privat.

Nurhadi kemudian ditemukan tewas di private pool yang ada di dalam villa. Hasil autopsi menunjukkan adanya sejumlah luka pada tubuh korban, termasuk lecet, memar, dan robek di kepala, tengkuk, punggung, serta kaki kiri. Luka di kepala diduga akibat Nurhadi membentur benda tumpul.

Yang lebih mengejutkan, tulang lidah korban juga ditemukan patah yang diduga kuat diduga dicekik pelaku. Pada jenazah Nurhadi, ditemukan pula air kolam yang masuk ke bagian tubuh korban. Nurhadi disimpulkan masih hidup usai dianiaya dan meninggal karena tenggelam di kolam akibat pingsan.

Sudding pun menyoroti gaya hidup aparat kepolisian dalam kasus ini, termasuk soal berpesta dengan diduga menggunakan obat-obatan.

“Bagaimana Polisi sebagai pengayom masyarakat dapat dipercaya bila personelnya kerap kali diketahui melakukan hal-hal yang melanggar kode etik dan nilai-nilai moral, serta pidana,” tukasnya.

Terkait insiden ini, pihak kepolisian telah menetapkan Kompol YG dan Ipda HC karena diduga terlibat dalam penganiayaan yang mengakibatkan kematian Brigadir Nurhadi. Dua perwira polisi itu juga disanksi pemberhetian tidak dengan hormat. Sebelumnya Kompol YG dan Ipda HC diketahui sempat berbohong dan menyatakan Brigadir Nurhadi meninggal karena tenggelam.

“Saya mendukung pemberian sanksi pemecatan terhadap 2 pelaku dari institusi Polri, tapi proses pidana harus tetap berjalan. Tidak boleh hanya berhenti sampai pemecatan karena pelaku sudah menyebabkan kematian pada seseorang,” sebut Sudding.

Polisi juga menetapkan perempuan berinisial M (23 tahun) sebagai tersangka. M berada di vila tersebut lantaran sepakat menerima bayaran Rp 10 juta dari Kompol YG untuk menemaninya berpesta dan bermalam di vila tersebut.

Motif di balik dugaan pembunuhan ini disinyalir karena upaya korban merayu rekan wanita salah satu atasannya. Hingga kini penyelidikan masih berlangsung.

Menanggapi hal itu, Suddin

mgid.com, 893675, DIRECT, d4c29acad76ce94f