Cagub Independen DKI Jakarta Dharma Pongrekun Nilai Pandemic Treaty Bisa Ancam Kedaulatan

Indoposnewsid_Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta dari jalur independen Komjen (Purn) Dharma Pongrekun menggelar diskusi soal Tolak Bahaya WHO Pandemic Treaty di Kopitok Kemang, Jakarta Selatan, Sabtu (11/5).

Turut hadir pula Kun Wardana Abyoto, yang juga bacawagub mendampingi Dharma Pongrekun. Hadir juga ahli epidemiolog Richard Claproth

Menurut Dharma Pongrekun, pandemic treaty akan ditandatangani pada sidang ke 77 akhir Mei 2024. Hal itu dapat membahayakan bagi kedaulatan dan masyarakat.

“Pandemic treaty ini tidak murni isu kesehatan tapi agenda politik global. Atau asing ingin mengambil alih kedaulatan negara – negara yang menandatanganinya. Hanya mengatur pergerakan manusia dan jumlahnya, ” katanya.

Dijelaskannya, negara yang menandatangani pandemic treaty jika terjadi pandemi maka akan ditangani WHO.Nantinya akan ditentukan kebijakan oleh WHO untuk bisa dilaksanakan atau tidak.Termasuk soal obat-obatan yang digunakan juga diputuskan oleh WHO.Pandemic treaty dibuat untuk mengatasi pendami lainnya dimasa mendatang.

Indonesia merupakan 194 negara yang mendukung pandemic treaty.Kemungkinan besar akan menandatanganinya.

Pandemic treaty dibuat masif, terstruktur,sistematis dan masif. Bukan dibuat secara dadakan

“Untuk menolak pandemic treaty dibutuhkan pemimpin yang peduli dengan kedaulatan dan rakyatnya,” ungkapnya.

Adanya perjanjian itu maka akan mengungkung setiap negara yang menyetujuinya. Pandemic Treaty membuat WHO memiliki otoritas untuk mengikat secara hukum atas seluruh pemerintahan di dunia.

“Maka jika WHO mengumumkan adanya pandemi lagi seperti saat isu OVID-19, melalui traktat tadi semua negara yang sudah menyetujuinya, wajib mengikuti apapun saran WHO. Termasuk membatasi pergerakan manusia, memantau dan mengubah perilaku manusia, hingga berdampak pada krisis ekonomi,” jelasnya.

Dia menambahkan, tidak ada lagi isu-isu kesehatan yang dipakai untuk menakut-nakuti masyarakat dengan segala bentuk propaganda. Isu-isu kesehatan ini juga tidak boleh mengorbankan segenap lapisan terutama munculnya pemutusan hubungan kerja (PHK) karena alasan kebijakan protokol kesehatan.(hri)