- indoposnews.id-Eksekusi rumah mewah Komplek Taman Ijen di Jl Pahlawan Trip, No B-8, Klojen, Kota Malang, Jawa Timur mengejutkan publik.
Pasalnya, eksekusi yang diduga terkesan dipaksakan tersebut mengerahkan ratusan aparat gabungan dan ratusan kuli angkut barang.
RIUH rendah suara teriakan ratusan orang dari luar rumahnya di Blok B 8 Taman Ijen membuat F.M Valentina terkejut. Selasa pagi (23/4/2021), janda dari dua anak ini kaget bukan kepalang.
Suasana menjadi tegang saat mengintip dari balik jendela. Valentina melihat pagar rumahnya yang digembok didorong-dorong sekelompok oknum aparat berseragam coklat dan ada yang berpakaian preman. Beberapa di antaranya berusaha mencongkel gembok pakai linggis.
Suasana makin panas saat sekelompok oknum bersama ratusan orang berkaos warna warni yang diduga para tukang itu berhasil menjebol pagar gerbang. Seperti dikomando, mereka langsung melesak berebut masuk rumah Valentina.
Valentina berusaha menenangkan kedua anak dan menantunya yang terus menjerit-jerit. Ia pun berusaha menelepon Nanang Setiawan, pengacaranya untuk segera datang. Tapi dia tak berdaya menghadapi ratusan orang yang datang untuk mengangkut harta benda dan mengusir dari rumah itu.
Desakan ratusan aparat yang terdiri dari petugas gabungan Polri, TNI, Provost, petugas kelurahan, bahkan dua anjing pelacak turut menerobos masuk, sebagian lainnya berjaga-jaga di luar.
Tak hanya itu, petugas gabungan juga membawa mobil pemadam kebakaran, mobil truk angkut barang dan beberapa mobil dinas kepolisian, mobil towing dua unit dan forklift. Bahkan saat upaya eksekusi paksa mereka juga mematikan lampu rumah.
Yang menarik, sebelum eksekusi, para oknum kepolisian sempat apel siaga di depan rumah Valentina. Di bawah komando seorang perwira, apel berlangsung cepat.
“Mereka mengancam akan memindahkan barang pakai towing. Teriak-teriak. Saya diintimidasi oleh oknum Intel dan membawa puluhan media massa. Ada beberapa di antaranya membawa batu bata ringan satu pickup untuk menembok satu bangunan rumah, ” ungkapnya.
Valentina mengaku hanyalah seorang wanita lemah. Dia tak berdaya saat para petugas gabungan mengusirnya. Sementara para tukang leluasa mengangkuti perabotan. Di sisi lain, dia pun dipaksa ke luar rumah.
Upayanya untuk mencegah sia-sia. FM Valentina pun hanya bisa berdiri tegar meratapi rumah peninggalan orangtuanya dan barang-barang miliknya diangkut satu persatu keluar rumah.
“Saya ini seperti pelaku kriminal, dianggap teroris, dikepung ratusan oknum aparat, ratusan tukang berseragam kaos warna-warni. Ini rumah saya. Saya dianiaya oleh oknum-oknum aparat pemerintah, aparat penegak hukum. Di manakah letak keadilan di negeri ini,” ujarnya.
Sempat terjadi perdebatan antara pengacara Valentina, Nanang Setiawan dan juru sita yang membacakan eksekusi rumah di Blok B 8, ruko yang disewa Pizza HUT Delivery (PHD), serta sebuah ruko kosong
“Sampai hari ini saya belum menerima surat eksekusi. Kami baru dapat panggilan klarifikasi dari PN Surabaya! ” ucap Nanang lantang.
“” Ada penangguhan dari PN Malang pada 8 Februari 2021 dengan nomor W14. U2/663/HK.02/22021. Intinya pengosongan ditangguhkan menunggu hasil klarifikasi dari pengadilan tinggi Surabaya. Kenapa ini sewenang-wenang? ” tanyanya lagi.
“Silakan tanya pengadilan tinggi Jawa Timur, ” balas sang juru sita dengan suara keras.
Dalam video yang beredar di media sosial, keduanya sempat terjadi perebutan mikropon dengan juru sita saat pembacaan surat eksekusi tersebut. Nanang sendiri pun tak bisa berbuat apa-apa mendapati harta benda milik Valentina terus diangkut dan dinaikkan ke atas kendaraan yang dipersiapkan.
Tak terima dengan perlakuan yang dinilai sewenang-wenang oleh aparatur negara dan para penegak hukum, Rabu (7/4/2021) Valentina bersama pengacaranya mengadukan masalah ini ke kantor staf Kepresidenan (KSP) dan Mahkamah Agung di Jakarta.
Di kedua lembaga negara itu, Valentina menyerahkan berkas-berkas perkara yang membuatnya teraniaya dan meminta keadilan kepada Presiden Jokowi atas perlakuan oknum aparatur pemerintahan di Kota Malang.
Kepada wartawan, Valentina menuturkan, persoalan ini berawal dari pernikahannya dengan Hardi Sutanto pada 1992 silam. Kemudian terjadi perceraian di tahun 2012. Sementara Hardi sendiri sudah meninggal 13 Juni 2020. Dari hasil pernikahannya, keduanya tak dikaruniai anak.
Ternyata buntut dari perceraian itu, mantan suaminya menggugat harta gono gini hasil perkawinan keduanya.
Padahal, sejak pertama menikah mereka sudah membuat kesepakatan di notaris Eko Handoko pada 8 Juli 1994,tidak ada harta campuran dalam perjalanan pernikahan itu.
Namun sejak proses penuntutan dan proses hukum di pengadilan hingga PK Mahkamah Agung, ada perlakuan tak adil yang diterimanya dari aparatur pemerintahan dan penegak hukum setempat.
Nanang Setiawan, kuasa hukum FM Valentina mengungkapkan, ada beberapa hal yang janggal dalam perjalaanan proses hukum yang dialami Valentina,
Pertama, Pembeli lelang harta bersama itu belakangan diketahui sebagai anak-anak tirinya Hardi Sutanto bernama Debora dan Rebecca. “Ini jelas konspirasi jahat, ” ucapnya.
Kedua, Putusan PK tidak spesifik menyebutkan harta bersama itu apa saja. Tapi yang terjadi ternyata semua harta milik Valentina dieksekusi.
Diungkapkan Nanang, patut diduga ada “permainan”, ada konspirasi kasar dibantu para mafia tanah dan rumah, mengerahkan banyak aparat, wartawan, ratusan kuli bangunan.
“Dalam amar putusan tidak disebutkan obyek yg akan dibagi dan nomor sita juga tidak disebutkan. Ini kan jelas perbuatan sewenang-wenang dari para oknum pemerintah dan oknum petugas, ” tuturnya.
Selain itu, lanjut Nanang, eksekusi tersebut sarat dengan konspirasi untuk merebut rumah serta seluruh harta benda milik FM Valentina.
Salah satu di antaranya, saat kliennya mendapat panggilan untuk menghadap Pengadilan Tinggi Surabaya soal laporan hasil pemeriksaan (LHP) pada 22 Maret 2021, esok harinya dieksekusi.
“Dan ternyata, sudah kami lakukan klarifikasi, sehari kemudian (tepatnya 23 Maret 2021) harta benda milik ibu Valentina langsung eksekusi ratusan aparat gabungan,” jelasnya.
Kongkalikong ini semakin menyengat ungkap Nanang, karena Valentina sampai saat ini masih memegang surat sertifikat asli. “Bukti haknya ada. Kenapa dirampas? ” ujarnya.
“Harta benda tersebut merupakan warisan dari orangtuanya. Bukan harta bersama. Sertifikat asli masih dipegang. Kalau ada sertifikat lain, itu pasti palsu,” klaimnya.
Nanang menilai, ada penyalahgunaan kekuasaan oknum-oknum aparat-aparat penegak hukum.
“Bukti apa yang mereka bawa sebagai dasar hukum untuk merebut harta benda milik ibu Valentina? ” tandasnya.
Wartawan Ayonews mencoba mengklarifikasi soal pengerahan aparat kepolisian kepada Kapolresta Malang Kombes Pol Leonardus Harapantua Simarmata Permata via WhatsApp. Namun beberapa pertanyaan yang dikirim hingga hasil liputan ini ditulis tak direspon.
Panitera Pengadilan Negeri (PN) Tuban Sumargi pun terkesan melempar masalah ini ke PN Malang.
“Silakan tanya ke PN Malang. Karena yang melaksanakan PN Malang, ” jawabnya via WhatsApp.
Disinggung adanya info bahwa PN Tuban mendelegasikan sesuai dengan amar putusan 598PK/pdt/2016. Dan di dalam delegasi itu tidak ada kata-kata lelang, Sumargi tak menjawab pertanyaan ini.
Sementara Panitera PN Malang Mohan saat dikonfirmasi meminta wartawan untuk menanyakan masalah tersebut ke Humas PN Malang.
“Terkait hal tersebut silakan ke bagian berwenang Humas PN Malang, ” ucapnya. Sementara pertanyaan lain yang diajukan Panitera PN Malang tak mau menjawab. (bar)