- Advertisement -spot_img
BerandaNEWSKurangi Emisi Karbon, Transisi Energi Harus Terus Dilakukan

Kurangi Emisi Karbon, Transisi Energi Harus Terus Dilakukan

- Advertisement -spot_img

indoposnews.id – Untuk mengurangi emisi karbon, transisi energi harus terus dilakukan. Yakni dari energi fosil ke energi yang ramah lingkungan. Atau energi baru terbarukan (EBT). Para stakeholder Migas, sepakat untuk melakukan hal tersebut.

Walaupun dalam proses transisi energi tersebut, membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Seperti untuk mengganti peralatan. Demikian yang terungkap dalam diskusi Webinar yang bertajuk “Upaya KKKS Mengurangi Emisi Karbon” yang diselenggarakan Ruang Energi, dan disiarkan melalui channel YouTube Ruang Energi, Kamis (17/6/2021).

“Transisi energi harus dilakukan, walaupun secara bertahap. Walaupun memang biaya yang dibutuhkan tidak sedikit,” ujar Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan, yang tampil menjadi salah satu pembicara di Webinar tersebut.

Sementara itu, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya W. Yudha yang menjadi keynote speaker dalam diskusi tersebut mengatakan, perlu ada stimulus yang diberikan terkait pemanfaatan EBT.

Apalagi EBT masih dianggap belum bisa “bersaing” dengan energi fosil.

“Apalagi saat harga minyak dunia turun. Karena itu perlu stimulus EBT,” ujarnya.

Namun begitu jelas Satya, pemerintah telah memiliki strategi dalam melakukan transisi energi. Hal itu guna mengurangi emisi karbon sebagaimana tertuang dalam ratifikasi Paris Agreement.

Jika melihat dari Nationally Determined Contribution (NDC), Indonesia memiliki kontribusi penurunan emisi di sektor energi dengan batas waktu 2030 hanya 38%. Karena sektor yang lain mulai dari waste, industri, agriculture, dan juga forest jika dijumlahkan mencapai 62%.

Target penurunan emisi di sektor energi dalam NDC hanya sekitar 38% di dalamnya meliputi berbagai sektor.

“Di antaranya, transportasi, pembangkit listrik industri migas,” jelasnya.

Adapun target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) sebagaimana komitmen sektor energi yakni sebesar 314 – 398 Juta Ton Co2, pada tahun 2030.

“Yakni melalui pengembangan energi baru terbarukan (EBT). Pelaksanaan efisiensi energi, dan konservasi energi, serta penerapan teknologi energi bersih,” jelasnya.

Adapun target penurunan emisi GRK di sektor energi melalui pengembangan EBT sebesar 170.42 Juta Ton CO2. Kemudian untuk energi efisiensi target penurunan emisi mencapai 96.33 Juta Ton CO2.

Selanjutnya, Clean Power (energi bersih) sebesar 31.80 Juta Ton CO2; fuel switching sebesar 10.02 Juta Ton CO2, dan post mining reclamation (perubahan lahan) sebesar 5.46 Juta Ton CO2. Sehingga jika dikalkulasikan sebesar 314 Juta Ton CO2.

“Kalau ini kita jalani berarti target 29% tahun 2039 bisa dicapai tentunya, tetapi Renewable kalau kita lihat hari ini di 2020 EBT kita 11,2% itu primer, kalau jadi energi final sebesar 14%, dari target 28% di tahun 2030,” jelas Satya.

Lebih lanjut dia menjelaskan, pada 2020 Indonesia berhasil memberikan kontribusi penurunan emisi GRK sebesar 64.36 Juta Ton CO2 dari target 314 Juta Ton CO2 di 2030, maka rencana aksinya adalah mulai dari meningkatkan Pembangkit Listrik yang bersumber dari EBT, efisiensi energi, menggunakan Bahan Bakar Nabati (BBN), PLTU Cofiring Biomassa (subtitusi dari batubara).

Kemudian pemanfaatan kendaraan listrik, transisi ke green fuel dan teknologi energi bersih, dengan asumsi pertumbuhan ekonomi sekitar 5% – 5.5% per tahun.

Ini menjadi faktor yang utama karena Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) di design dengan pertumbuhan ekonomi 7% – 8% per tahun.

“Otomatis demand akan bertambah jika dibanding pertumbuhan ekonominya dibawah 5% – 5.5% pertahun,” terangnya.

Sementara itu, upaya mengurangi emisi karbon dari kegiatan hulu Migas, menurut Tenaga Ahli SKK Migas, Luky Agung Yusgiantoro juga terus dilakukan.

Berdasarkan regulasi dan policy, yakni Komitmen pemerintah Indonesia merujuk Paris Agreement. Target zero flaring serta permen ESDM nomor 31/2012. Proper serta permen LHK nomor 1/2021. Manajemen energi serta Permen ESDM no 14/2012. PTK 005 SKK Migas tentang pengelolaan K3 dan lindungan lingkungan dikegiatan Usaha Hulu Migas.

Adapun upaya mengurangi emisi karbon misalnya melakukan manajemen enegi, seperti penerapan energi terbarukan dan pemanfaatan associate gas untuk kebutuhan operasi.

“Kemudian untuk penghijauan, penanaman mangrove di area pantai (KKS Offshore dan nearshore) dan Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai,” jelasnya.

Sementara itu, Direktur Pengembangan dan Produksi PT Pertamina Hulu Energi, Taufik Adityawarman mengatakan, PHE mendukung program pemerintah, terkait pengurangan emisi karbon. Misalnya dengan mengimplementasikan Enviromental, Social, Governance (ESG).

“Itu digunakan untuk mengukur tingkat keberlanjutan dan dampak sosial dari investasi sebuah perusahaan,” ujarnya.

Kemudian pengurangan emisi karbon yang dilakukan, yakni reduksi penggunaan bahan bakar fosil, reduksi flaring dan venting. Kemudian subtitusi bahan bakar dengan gas. Serta Efisien Energy.

Lebih lanjut Taufik mengatakan, contoh program reduksi emisi yang telah berjalan, misalnya modifikasi penggerak pompa injeksi di SP Tanjunglaban (mengubah sistem penggerak pompa injeksi dari prime Mover engine menjadi electrik sistem).

“Kemudian, di region 4 Sukowati, program optimalkan shipping pump (penggantian sistem diesel pump PP 8400B yang memiliki rate maksimal 1.000 BOPD menjadi elektrik pump PP 8300A yang memiliki rate maksimal 15.000 BOPD. Dan sebagainya,” ujarnya. (dri)

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
Tetap Terhubung
16,985FansSuka
2,458PengikutMengikuti
61,453PelangganBerlangganan
Harus Baca
- Advertisement -spot_img
Artikel terkait
- Advertisement -spot_img