Kantor Kementerian BUMN (foto dok)
Oleh: Hendra Soemanto Pakar Industri Penerbangan, California State University Fresno
Saat ini PT Garuda Indonesia memerlukan sosok para pemimpin yang mampu memberikan keputusan secara cepat, tepat, dan dikomunikasikan secara efektif serta transparan.
Sebelumnya, direktur utama PT Garuda Indonesia mengatakan bahwa perusahaan telah mengambil langkah efisiensi biaya dengan menawarkan opsi pensiun dini bagi karyawannya.
Opsi pensiun dini ini diambil karena jumlah utang perusahaan yang makin membengkak di tengah pengurangan jumlah armada hingga 50% di masa pandemi. Pertanyaannya adalah, “apakah program pensiun dini yang ditawarkan PT Garuda Indonesia kepada karyawan sudah tepat sasaran?”. “apakah kemampuan perusahaan untuk membayar pesangon sudah secara transparan dikomunikasikan kepada karyawan?”.
Hal ini sudah seharusnya diperhitungkan pihak manajemen sebelum memutuskan untuk menawarkan opsi kepada karyawan. Banyak yang menyayangkan keputusan manajemen PT Garuda Indonesia yang telah dengan sangat tegas memilih opsi kedua karena saat krisis terjadi. Opsi pertama merupakan opsi yang mendekati ideal, tentunya dengan dibarengi oleh tindakan cepat dan efektif untuk mempertahankan operasional secara menyeluruh.
Dengan pendapatan yang anjlok, PT Garuda Indonesia harus memastikan bahwa mereka memiliki uang tunai yang cukup untuk mendanai operasi jangka pendek, memiliki cukup uang untuk menutupi lebih dari enam bulan operasi, menggunakan jalur kredit yang masih tersedia yang mereka buat sebelum krisis, mengajukan pinjaman baru, dengan opsi pertama yang ditawarkan pemerintah.
Opsi pertama yang ditawarkan adalah dukungan penuh pemerintah kepada PT Garuda Indonesia dengan memberikan pinjaman atau ekuitas yang akan dikembalikan jika semua aset dilikuidasi dan semua hutang perusahaan dilunasi.
Hal tersebut dilakukan pemerintah sebagai bentuk tanggung jawab pemegang saham mayoritas. Dalam hal ini, manajemen PT Garuda Indonesia harus bertanggung jawab untuk memberikan kinerja perusahaan yang sustainable ke depannya. Konsekuensi yang timbul jika opsi ini dilakukan oleh manajemen PT Garuda Indonesia adalah semakin besarnya beban hutang atau nilai liabilitas perusahaan.
Opsi tersebut juga berpotensi menjadikan karyawan untuk tetap berada di zona nyaman. Kedua hal ini harus dapat disiasati oleh manajemen dengan menjadikan beban hutang sebagai tantangan dan motivasi untuk mengembangkan bisnis penerbangan yang lebih produktif dan efisien.
Terkait dengan karyawan, PT Garuda Indonesia harus merencanakan untuk membentuk environment dan budaya organisasi baru yang lebih kompetitif dengan usaha-usaha yang merubah pola pikir (mindset) karyawan, keluar dari zona nyaman dan lebih berorientasi pada keuntungan.
Dengan opsi pertama pemerintah, PT Garuda Indonesia dapat mempertahankan likuiditas dan mempertimbangkan untuk mendapatkan berbagai bentuk paket bantuan keuangan. Subsidi langsung dapat didistribusikan untuk membayar restrukturisasi utang yang jatuh tempo serta melunasi kewajiban terhadap pembayaran gaji yang tertunda dan kewajiban pembayaran pensiun dini, serta PHK karyawan.
Bantuan keuangan langsung, paket stimulus dari pemerintah, pinjaman baru dari lembaga keuangan, dan pembebasan pajak adalah beberapa kriteria untuk mendukung opsi pertama tersebut.
Sudah saatnya insan PT Garuda Indonesia, termasuk di dalamnya jajaran komisaris, direksi, serikat pekerja, dan karyawan bersatu untuk survive dalam kondisi krisis. Pihak manajemen juga sudah harus merubah mindset, untuk melakukan komunikasi intensif yang transparan terkait perkembangan kondisi perusahaan.