Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang Selatan (Tangsel) terus memperkuat langkah konkret dalam memerangi Tuberkulosis (TBC) dengan mengedepankan aksi jemput bola dan kolaborasi masyarakat.
Wali Kota Tangerang Selatan, Benyamin Davnie menegaskan komitmennya dalam memerangi TBC lewat gerakan masif yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat.
Lewat pendekatan jemput bola dan edukasi berbasis komunitas, Tangsel kini tak lagi menunggu pasien datang ke puskesmas, tapi aktif mendatangi warganya.
“TBC adalah persoalan serius yang harus ditangani bersama. Kita tidak bisa hanya mengandalkan layanan di faskes (fasilitas kesehatan) saja ya, menunggu mereka yang datang, jadi kalau mau cepat ya kita juga harus jemput bola tim kesehatan yang ngider ke warga-warga,” ujar Benyamin.
Langkah ini sejalan dengan upaya Dinkes Tangsel melalui program andalan Ngider Sehat dan RW Bebas TBC. Keduanya menjadi program strategi dalam menemukan kasus secara aktif dan menekan penularan di lingkungan padat penduduk.
Kepala Dinkes Tangsel, dr. Allin Hendalin Mahdaniar menyebut, tim kesehatan kini secara rutin melakukan skrining dan investigasi kontak di lingkungan pasien TBC, terutama di kalangan kontak serumah dan kontak erat.
“Salah satu strategi kami adalah melalui kegiatan Ngider Sehat dan Cek Kesehatan Gratis (CKG), baik yang digelar di fasilitas kesehatan maupun langsung mengunjungi warga,” ujar Allin.
Melalui kegiatan Ngider Sehat, tim medis melakukan skrining dan investigasi kontak terhadap pasien TBC yang telah terdata, terutama kepada kontak serumah dan kontak erat.
Bagi mereka yang tidak bergejala, akan diberikan Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT), sementara yang menunjukkan gejala langsung diarahkan menjalani pemeriksaan seperti Tes Cepat Molekuler (TCM) atau rontgen.
TCM biasanya digunakan untuk mengetahui apakah kontak tersebut sudah mendapatkan penularan dari indeks kasus.
Tidak hanya itu, Dinkes Tangsel juga mendorong partisipasi aktif masyarakat melalui program RW Bebas TBC.
Warga diajak untuk tidak hanya memahami gejala dan penularan TBC, tetapi juga terlibat langsung dalam mendukung pasien agar tidak menyerah di tengah jalan.
“Masyarakat juga bagian dari kunci eliminasi TBC ini. Makanya, kita perluas edukasi dari petugas fasyankes, dan warga juga perlu peduli jika ada pasien TBC yang berpindah tempat tinggal agar dapat dilacak dan dipantau kembali,” jelasnya.
Menurut Allin, kesadaran kolektif inilah yang akan memperkuat langkah-langkah pemerintah dalam memutus mata rantai penularan TBC.
Dengan percepatan skrining yang telah dilakukan, hingga pertengahan Juni 2025, total kasus TBC di Tangsel mencapai 8.720 kasus, terdiri dari 6.205 kasus pada 2024 dan 2.515 kasus terdeteksi sejak Januari hingga 13 Juni 2025.