Foto ist
indoposnews.id – Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mengatakan, kalau kita bicara terkait mitra pelaku usaha, katakanlah tidak mungkin mitra pelaku usaha masuk ke dalam Research and Development (R&D) industri. Karena membutuhkan investasi, biaya dan risiko yang tinggi.
“Sesuatu yang high cost and high risk inilah pemerintah harus hadir,” ujar Handoko saat menjadi pembicara Leaders’ Talk & Scientists’ Talk dalam Webinar ‘Riset dan Inovasi untuk Merah Putih’ yang diselenggarakan LIPI, Rabu (18/8/2021).
Dalam kondisi inilah kata dia, BRIN sebagai representasi dari pemerintah, akan hadir untuk memfasilitasi dan memudahkan bagaimana R&D industri bisa tumbuh di Indonesia.
Dalam kaitannya dengan industri maka tidak akan lepas akan adanya standardisasi, Handoko menjelaskan tidak mungkin hasil riset yang baru keluar laboratorium dapat langsung masuk proses produksi.
“Apalagi kalau kita bicara obat, vaksin, dan seterusnya, pemenuhan standarisasi sangat diperlukan sebelum masuk ke industri,” jelas Handoko.
“Belajar dari pengalaman pandemi ini kita perlu hadir mengisi kekosongan apa yang dihasilkan di hulu untuk diteruskan ke hilir,” imbuhnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Suparno mengatakan, harus ada affirmative policy. Yang menggabungkan aspek riset, inovasi, industri, dan politik anggaran yang mendukung atau pro akan kemandirian bangsa.
Lebih dari itu pada pandemi ini diperlukan political will untuk menciptakan sektor kesehatan yang mandiri. Maju secara teknologi dan setara dengan negara lain.
“Komisi VII DPR RI adalah mitra yang siap mendukung strategi dan kebijakan riset inovasi ke depan. Siap mendengar, siap bekerja sama, mendorong, dan mendukung BRIN beserta segenap perangkat riset dan inovasi nasional. Hal itu agar kita menjadi negara maju, berdaya saing dan memiliki SDM yang unggul,” ujarnya. (dri)